Sabtu, 27 Juni 2009

“Refreshing, Mutun Beach… We Are Coming…” Catatan kecil dengan kalian

Setelah beberapa bulan magang di divisi-divisi yang ada di FLP Lampung. Magang divisi penerbitan mengadakan refreshing ke pantai Mutun. Sebenarnya aku sudah sering ke pantai Mutun dan pantai-pantai yang berada di jalur yang sama. Karena arahnya searah dengan rumah orangtuaku dan seringkali kulewati. Tapi aku tak pernah merasa bosan dengan laut dan pantai. Pantai, laut, pasirnya yang putih, ombaknya yang tenang dan laut serta langit birunya tak pernah membuatku bosan. Apalagi ini kali pertamaku refreshing di pantai bersama-sama teman-teman baru di FLP Lampung. Teman-teman dengan kreatifitas imajinasi yang apik.

Berkumpul di beringin cinta, salah satu tempat menarik untuk melepas kepenatan setelah kuliah di lingkungan Unila, baru terlihat beberapa teman, Elia, Agi Firdaus dan Agus kindi, menyusul aku, mba Lilih dan menyusul akhirnya teman-teman lainnya. Kaos FLP yang dibagikan jadi baju ‘kebesaran’ bagi kami dan memang baju itu benar-benar kebesaran di badanku. Janji yang disepakati di awal adalah 07.00-07.30. Olala, hingga akhirnya terkumpul seluruhnya, waktu kami beranjak menuju Mutun sudah pukul 09.00.

Diperjalanan, angkot yang kami tumpangi terkena razia oknum polantas. Bukan lantaran angkot kami tak lengkap surat-surat kendaraannya. Tapi karena aparat ini belum di beri keluarganya sarapan maka kamilah akhirnya yang bersedia dengan ikhlas insyaallah memberikan beberapa lembar uang puluhan ribu kami untuk mengganjal perut mereka yang kosong. Kembali, terulang lagi, sampai di dekat Tempat Pelelangan Ikan Lempasing, kami harus kembali memberi aparat-aparat ‘penjaga jalan’ beberapa lembar ribuan. Kalau sepanjang perjalanan banyak yang menarik retribusi seperti ini, sampai di Mutun, kami hanya bisa nyegir kuda, he… kehabisan kas di kantong kami.

Sampai di Mutun, subhanallah, pantainya, pasir putihnya, biru lautnya, biru langitnya, deru ombaknya, kebisingannya, wajah-wajah bahagia,… sabar ya ! kami harus menunggu teman-teman ikhwan yang mengendarai motor. Setelah teman-teman ikhwan tiba, kami mencari posisi yang nyaman, acara di mulai dan tugas pun terselip di refreshing kali ini, kami harus membuat karya. (oh… untungnya dijadikan pekerjaan rumah). Aku dan Shinja pun mulai berjalan menjauh dari komunitas kami. Mencari tempat yang asyik untuk menuliskan beberapa patah kata. Kami ingin ke ujung tetapi memerlukan pengorbanan materi yang tak sedikit. Ah.. tak jadi… baru menulis satu huruf, Miftah menyusul, kami akan menyeberang. “Oh.. Shin, seandainya kita jadi ke ujung, kita tak akan melihat Tangkil island.”

Tangkil island, we are coming…
Naik perahu menuju pulau tangkil mengasyikkan. Berfoto, berpose, di atas perahu, tak ada yang mau ketinggalan. Terimakasih buat ‘bangper’ (abang perahu) yang sudah membawa kami ke pulau tangkil

Aktifitas pertama yang dilakukan di pulau tangkil, makan, he… kelaperan semua tuch sepertinya... Zuhur sudah tiba tak pernah lupa menyambut kami, kamilah yang sangat membutuhkannya. Setelahnya acara bebas di mulai… bebas tapi wajib sopan ya…

Happy birthday to mba Lilih. Maaf mba kami mengerjai mba, memandikan mba dengan pasir, membalur tubuh mba dengan pasir… benar-benar acara bebas memang. Mau tahu apa yang kami lakukan? Teman-teman ikhwan berenang menghabiskan waktu di dalam air asin itu. Beberapa teman akhwat mengerjai mba Lilih, beberapa berfoto, beberapa orang lagi asyik menonton kami, mereka yang menonton tak mau terkena air asin itu mungkin. Aku dan dua sinta lainnya berfoto. Mba dessy, aku dan teman seperjuanganku di magang divisi humas berfoto. Satu pose Lia yang menurutku sangat bagus. Lia berpose duduk memandang jauh ke ujung pantai. Menarik. Hasilnya aku belum sempat lihat.

Hujan turun membasahi kami yang belum basah terkena air laut. Satu ide tercetus karena berbalas puisi yang dilakukan oleh mba Ira, mba Lilih dan Lia, mereka mengadakan permainan berhitung. Dalam kelipatan lima seseorang yang terkena hitungan kelipatan lima itu tak menyebut angka tapi nama dirinya. Beberapa salah hitung, termasuk aku dan harus membuat serangkai kalimat puisi. Kalimat puisi yang ku buat mendadak saat itu adalah “ombak saling berkejaran berebut aroma pasir”. Artinya apa ya? Artinya, jika kau manusia yang baik kau pasti memberikan manfaat untuk orang-orang disekitarmu. Pasir itu kita, ombak itu orang-orang disekeliling kita. Nyambung gak? Di sambungin ya, he… Ada satu kalimat yang masih ku ingat “aku ingin di kutuk jadi ikan”. Kasihan sekali, jika ikan ini sedang sial ia akan berakhir di penggorengan dapur ibuku, he… just kidding ya Kindi…

Hujan berhenti, aku kedinginan, ku ajak Shinja berendam di laut untuk menghilangkan rasa dingin. Para ikhwan sudah lebih dulu berendam. Ada tragedi saat itu. Sinta Bintang hampir tenggelam. Beruntung, bapak dosen kita, Fahmi, menyelamatkannya. Elia membantu membawanya ke bibir pantai. Semua merubunginya. Hanya aku dan Shinja yang masih asyik berendam. “Maaf Bin, bukan kami tak peduli padamu, kami medoakan keselamatanmu… toh walau kami mendekat, yang kami lakukan pasti hanya memandang.” Alhamdulilah Bintang pun selamat…

Lama menunggu ‘bangper’, kembali berfoto, he…
‘Bangper’ datang, kami meninggalkan Tangkil island. Perahu merapat penikmat pantai yang sedang berenang memberikan salam kepada kami. “Wa’alaikumsalam wr wb…”

Berganti pakaian yang basah. Kostum yang kami pakai adalah baju ‘kebesaran’ FLP Lampung. Berfoto kembali dengan kostum baru. Puas berfoto, bersiap-siap untuk pulang. Agi firdaus ikut di dalam angkot. Wah, pak supir ada saingan, he… tak bisa duduk, aku duduk nyempil di antara Shinja dan Hanum..

Luar biasa… perjalanan yang mengasyikan... sepertinya anggota magang yang menghabiskan waktu menikmati pantai Mutun akan diterima jadi anggota, he…
ke-pede-an nih Sinta Kustiani…

Semoga hari perjalanan kita ke Mutun jadi sesuatu yang menyenangkan dan berkesan di hati dan pikiran seluruh crew yang ikut…



Ekspresikan imajinasimu dari inspirasi Mutun.
Kustiani Sinta,
Mei 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar